MENEROPONG PUTUSAN MK NO 90/PUU-XXI/2023,RELEVANSI DENGAN PENETAPAN GIBRAN SEBAGAI CAWAPRES

MENEROPONG PUTUSAN MK NO 90/PUU-XXI/2023,RELEVANSI DENGAN PENETAPAN GIBRAN SEBAGAI CAWAPRES

Spread the love

 

Oleh: M. JAYA, S.H. M.H., M.M.

Jakarta | Wartakum7.com – 22 Oktober 2023

PROLOG:
Amar putusan dalam Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 adalah mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Artinya, tidak ada penurunan batas usia capres dan cawapres, yaitu tetap minimal berusia 40 tahun. Hanya saja, terdapat pengecualian bagi individu yang sedang/pernah dipilih dalam pemilu termasuk kepala daerah, maka batas usia minimal tersebut tidak berlaku kepadanya.

Permohonan tersebut diajukan oleh Almas Tsaqibbiru Re A seorang mahasiswa, yang dilanggar hak konstitusionalnya untuk dipilih dan memilih capres/cawapres yang berusia di bawah 40 tahun pada pemilu 2024 (hal. 11). Pemohon adalah pengagum Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo, yang masih berusia 35 tahun.

Alasan yang diajukan oleh pemohon yaitu diskriminasi usia atau ageisme. Selain itu, apabila seseorang sudah pernah dipilih dan menduduki jabatan eksekutif, maka ia telah teruji dan telah berpengalaman dalam memimpin daerah . Pemohon merasa jika sosok yang dikagumi generasi muda tidak bisa mendaftar capres, maka hal tersebut inkonstitusional.

Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota” .

Pertimbangan hukum yang disampaikan MK dalam putusan ini, menurut hemat kami berkaitan dengan pemaknaan open legal policy, kesamaan karakteristik jabatan publik, dan ketidakadilan yang intolerable.

Analisis hukum ini dilakukan dengan menimbulkan pertanyaan terlebih dahulu tentang :

1.Hak Konstitusional dan Legal Standing
2. Sejauh mana kekuatan hukum mengikat dari Putusan Mahkamah Konstitusi(MK)?
3. Implikasi dari putusan terhadap UU PEMILU ?
4. Relevansi dari Putusan terhadap penetapan Gibran sebagai Cawapres?

1.Patut dipelajari dan dipertanyakan bahwa Pemohon Almas Tsaqibbiru Re A,seorang mahasiswa apakah benar hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang pemilu dan Dia bukan merupakan pejabat yang sedang/pernah dipilih dalam pemilu termasuk kepala daerah/setidak tidaknya tim sukses dari pejabat tersebut agar pemohon dianggap mempunyai kepentingan hukum /kerugian yang dialami oleh pemohon.

2.A -Menurut ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Di samping itu, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga tidak mengatur lembaga upaya hukum bagi pihak-pihak yang merasa keberatan atau tidak puas dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, sejak putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, maka putusan Mahkamah Konstitusi menjadi bersifat final, definitif, dan langsung mempunyai akibat hukum. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi dijatuhkan, senang atau tidak senang, mau atau tidak mau pihak-pihak yang berperkara harus menerima karena dalam peraturan perundang-undangan tidak tersedia lagi lembaga upaya hukum bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas
dengan putusan tersebut.
Dengan demikian, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, mengikat para pihak, dan memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan, serta
tidak berlaku surut (nonretro aktif).
2.B-Putusan MK bersifat Erga Omnes yang tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) UU No.8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No.24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi,putusan MK bersifat final, yaitu putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK dalam UU ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat.

Kekuatan mengikat putusan MK sejatinya tidak lepas hanya pada kedua belah pihak yang bersangkutan, melainkan semua badan pemerintahan, lembaga negara, dan semua orang harus tunduk pada putusan MK.Sehingga asas erga omnes menjadi tombak MK dalam mewujudkan check and balance pada tahap hubungan antar lembaga negara. Kekuatan hukum mengikat dan karena sifat hukumnya secara publik maka berlaku pada siapa saja, tidak hanya berlaku bagi para pihak yang berperkara.

Setiap hak atau kewajiban yang bersifat asas erga omnes dapat dilaksanakan dan ditegakkan terhadap setiap orang atau lemaga. Putusan MK yang bersifat final dan mengikat dengan kata lain tidak ada upaya hukum lain. Mengenai sifat final putusan MK ini juga tertuang dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan itu, maka putusan MK yang bersifat final berarti:
1.Secara langsung memperoleh kekuatan hukum
2.Karena telah memperoleh kekuatan hukum, maka putusan MK memiliki akibat hukum bagi semua pihak yang berkaitan dengan putusan. Hal ini menunjukkan bahwa putusan MK berbeda dengan putusan peradilan umum yang hanya mengikat para pihak berperkara. Semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan putusan MK.
3 MK sebagai pengadilan pertama dan terakhir, maka tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Sebuah putusan yang apabila tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh berarti telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan memperoleh kekuatan mengikat.

3.Komisi Pemilihan Umum(KPU) menerbitkan PKPU tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden itu pada Sabtu (14/10/2023). Dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa syarat menjadi Capres ataupun Cawapres adalah berusia paling rendah 40 tahun. Beleid tersebut merupakan turunan dari UU Pemilu no 3 Tahun 2022.
Dua hari berselang, tepatnya Senin (16/10/2023), MK membacakan putusan atas permohonan uji terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal ini lah yang mengatur bahwa syarat menjadi capres-cawapres adalah berusia paling rendah 40 tahun.
MK dalam amar putusannya mengubah bunyi pasal batas usia minimum capres-cawapres itu menjadi: “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

4.Sejak Putusan MK NO 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres dan cawapres dibacakan maka diperlukan revisi terlebih dahulu PKPU No 19/2023 tentang batas untuk dicalonkan sebagai Cawapres.

KESIMPULAN

1.Masa pendaftaran capres untuk Pilpres 2024 dilaksanakan pada 19-25 Oktober 2023. Itu artinya, batas akhir pendaftaran bakal capres-cawapres untuk mendaftarkan diri maksimal sampai 25 Oktober 2023.Sehingga timbul pertanyaan apakah revisi terhadap PKPU yang mengakomodir kepentingan Gibran untuk menjadi Cawapres dapat diselesaikan sebelum masa akhir pendaftaran.

2. (1) Berdasarkan fatsoen politik dan konvensi ketatanegaraan Wapres kita sebelumnya merupakan mantan Menteri atau setidak – tidaknya tokoh nasional dan berusia diatas 40 tahun, seperti misalnya Bung Hatta waktu menjadi Wapres Bung Karno berusia 43 tahun dan Try Sutrisno waktu menjadi Wapres Suharto pada usia 58 tahun.

(2) Putusan MK yang mengabulkan permohonan pemohon berkaitan bagi individu yang sedang/pernah dipilih dalam Pemilu,termasuk Kepala Daerah akan mengganggu kinerja ,pencapaian visi dan misi dari Pejabat yang bersangkutan yang mencalonkan diri/dicalonkan sebagai Capres/Cawapres sebelum berakhirnya masa jabatannya.

(3) Batas usia Capres dan Cawapres dimuat dalam pasal 169 huruf Q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka (Open Legal Policy) dan merupakan kewenangan dari DPR dan Presiden sebagai pembentuk UU dan bukan merupakan persoalan konstitusionalitas.

(4) Lagipula, apabila Prabowo terpilih sebagai Presiden dan Gibran sebagai Wakil Presiden dengan usia Prabowo yg cukup tua dan bila dia berhalangan maka Gibran dengan usia yg masih muda akan menggantikan kedudukannya sebagai Presiden, dan ini potensi menimbulkan perpecahan dikalangan pendukung Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengingat para ketuanya merupakan tokoh nasional yang berpengalaman dan berusia matang.

(4) dengan diterimanya permohonan mahasiswa tsb oleh MK akan mempersulit posisi presiden Jokowi sendiri mengingat masa jabatannya yg tinggal 1 tahunan dan akan menimbulkan persepsi yg kuat dan protes dari pelbagai kalangan antara lain : Dari kalangan PDIP itu sendiri, pihak oposisi, pakar politik, pakar hukum maupun publik pd umumnya bahwa Jokowi punya keinginan yg kuat untuk membangun dinasti politik. Apalagi ketua MK merupakan adik ipar dr Jokowi sehingga MK bisa diplesetkan sebagai Mahkamah keluarga Jokowi.

REFERENSI
1.Buku Hukum Acara MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Bambang Sutiyoso S.H.,M.Hum.
2.Buku MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Soimin,S.H.,M.Hum. & Masyhuriyanto,S.IP
3.https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=9011
4.https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20231019100638-561-1013216/sampai-kapan-pendaftaran-capres-2024-ini-jadwal-lengkapnya
5.https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231020140610-617-1013820/mk-putus-gugatan-capres-maksimal-usia-70-tahun-senin-pekan-depan
6.Pendapat Prof. Yusril Ihza Mahendra
7.Pendapat DR.Rijal Ibnu Sani.