Putusan Mahkamah Konstitusi No. 2/PUU-XIX/2021. Tentang Eksekusi Jaminan Fidusia

Spread the love
Sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi No. 2/PUU-XIX/2021 yang telah di putus pada sidang Pleno Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2021 yang terbuka untuk umum oleh Para Hakim Konstitusi.
Hal Ini mendapat sorotan dari  Ferdian Sutanto, S.H., C.L.A. sebagai Praktisi Hukum Konstitusi yang juga Ketua Umum Pakubumi (Persahabatan Advocate Kebijakan Publik dan Hukum, Masyarakat Indonesia), mencermati putusan tersebut yang harus di mengerti berbagai kalangan, bahwa Para Pemohon dalam perkara  Mahkamah Konstitusi No. 2/PUU-XIX/2021 mengajukan Judial Review  Pasal 15 ayat (2) berikut penjelasan Pasal 15 ayat (2)  Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa Putusan tersebut terlihat dalam amar putusannya yaitu di tolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Namun adapun norma dalam pertimbangan hukum, sebagai berikut :
Pada halaman 83  yaitu pada point 3.14.3, yang pada pokoknya :
“Adanya ketentuan tidak bolehnya pelaksanaan eksekusi dilakukan
sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada
Pengadilan Negeri pada dasarnya telah memberikan keseimbangan posisi hukum
antara debitur dan kreditur serta menghindari timbulnya kesewenang-wenangan
dalam pelaksanaan eksekusi.
Adapun pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah
alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur
dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara
sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur.
Sedangkan terhadap debitur
yang telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek
jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh kreditur atau
bahkan debitur itu sendiri”, pada prinsipnya pertimbangan itu mengacu kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 yaitu yang termaktub pada Putusan No. 2/PUU-XIX/2021 halaman 82 point 3.14.2 pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia apabila berkenaan dengan cidera janji oleh pemberi hak fidusia (debitur) terhadap kreditur masih belum diakui oleh debitur adanya cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan
untuk menyerahkan secara sukarela benda yang menjadi objek dalam perjanjian
fidusia, maka penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi
sendiri secara paksa melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan
eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
Pada prinsipnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 telah menyatakan, Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa, “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia.
Maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU 42/1999 Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan “kekuatan eksekutorial” adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Yang telah dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 sebagai berikut:
Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia.
Maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Yang ingin Ferdian Tegaskan  eksekusi ataupun penarikan kendaraan yang telah memliki Sertifikat Fidusia boleh di lakukan sepanjang ada kesepakatan dari tentang Wanprestasi dari Nasabah ataupun menyerahkan secara sukarela, namun apabila nasabah tidak memberikan secara sukarela ataupun tidak ada kesepakatan nasabah cidera janji, maka tetap putusan Pengadilan Negeri menjadi syarat untuk melakukan eksekusi.
FERDIAN SUTANTO, S.H.C.L.A.