Mantap,6 tahun pelanggaran kesehatan dilakukan pabrik Bakso Q-Semar, kemana kah dinas terkait?

Spread the love

Kabupaten Cirebon,wartakum7.com – PIRT adalah PIRT adalah singkatan dari Pangan Industri Rumah Tangga dimana saat ini permintaanya sedang meningkat dikarenakan saat ini bisnis rumahan sedang sangat menjamur di masyarakat Indonesia, khususnya di  industri pangan.
UD adalah usaha yang didirikan dan dijalankan oleh satu orang saja. Oleh karena itu, setiap permasalahan yang ada harus dipertanggungjawabkan oleh orang tersebut.

jelas sekali perbedaan antara PIRT dan UD dalam hal pengelolaan modal dan produksi yang dilakukan, kesemua hal tersebut mengacu kepada beberapa elemen baik elemen utama dan elemen pendukung lainnya. Adapun elemen utama antara lain izin mendirikan usaha dan ketenagakerjaan. sementara elemen pendukung lainnya yaitu keamanan pangan, pengetahuan dan skill para tenaga kerja, pemenuhan HACCP dan ISO, tempat produksi dan pembuangan limbah sisa produksi.

HACCP adalah (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut.

Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir. Sistem Manajemen terkait keamanan pangan ini diatur secara khusus melalui Standar Internasional ISO 22000 sejak 2005 yang kemudian diperbaharui pada 2018. Makanan yang tidak aman dapat menyebabkan seseorang mengalami masalah kesehatan, sehingga sangat penting bagi organisasi yang terlibat dalam rantai pasokan makanan untuk mengambil langkah-langkah untuk memastikan proses dan produk mereka aman.

 

Terdapatlah sebuah usaha yang masih berstatus PIRT, namun sudah berbentuk sebuah pabrik berskala kecil di sebuah desa di kabupaten Cirebon yaitu Pabrik bakso bakar Bakso Q-Semar yang beralamat di
blok Pesanggrahan RT 001 RW 001 desa Pesanggrahan kecamatan Plumbon kabupaten Cirebon.

Pabrik ini mulai dirintis oleh Tubi selaku owner pada tahun 2016, namun sampai pada saat ini pabrik tersebut masih berstatus PIRT, padahal jumlah tenaga kerja saat ini mencapai kurang lebih 30 orang. Sudah sangat jelas hal tersebut melanggar UU no 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Selain itu, masih banyak pelanggaran berkaitan dengan peraturan yang terdapat di pabrik bakso milik pak Tubi dan Bu Kasmina selaku owner atau pemilik pabrik bakso bakar Q-Semar ini, diantaranya prinsip HACCP dan ISO 22000:2018, UU perlindungan konsumen no 8 tahun 1999 mengenai hak-hak konsumen, sanitasi lingkungan yang buruk, tidak adanya APD dan fasilitas keamanan dari bahaya proses produksi seperti alat pemadam kebakaran hydrant, pembuangan limbah secara sembarangan, dan packing secara manual dengan menggunakan tangan telanjang pekerja tanpa memakai sarung tangan, bisa dibayangkan betapa tidak higienis nya bakso Q-Semar tersebut. Selain itu, hal yang lebih fatal adalah penggunaan tabung gas Melon subsidi dalam proses produksi.

Tim pun mengadakan investigasi dan konfirmasi terkait pelanggaran-pelanggaran tersebut, pada hari jumat tanggal 16 desember 2022 dan bertemu langsung dengan owner. Pak Tubi dan Bu Kasmina pun mengakui semua kesalahan atas pelanggaran-pelanggaran dalam pabrik miliknya. Namun mereka berkilah dengan tameng perizinan dari dinas terkait khususnya dinas kesehatan karena merekasudah mengeluarkan sejumlah untuk mencapai perizinan tersebut dengan cara menembak izin di dinas kesehatan melalui salah satu pegawai dinkes, dan ketika ada acara penyuluhan pak tubi mengakui memberikan sejumlah uang kepada beberapa petugas yang datang sebesar Rp 250.000,- sebagai pelicin agar perizinan sesuai keinginan dan cepat beres. ironi memang, dinkes yg seharusnya jadi naungan masyarakat dalam bidang kesehatan justru melegalkan produksi pabrik yang bisa mengancam kesehatan konsumen di kemudian hari. Ketika tim mencoba mengkoreksi dan memberikan solusi untuk perbaikan pengelolaan produksi dan izin ke depannya, owner dengan sinis merendahkan kami sebagai awak media, Bahkan dengan lantang menyebutkan semua para awak media yang datang hanya untuk meminta uang secara paksa.

(Tim)