OFFICIUM NOBILE DALAM KAITAN DENGAN KODE ETIK PROFESI ADVOKAT

Spread the love

Oleh: M. Jaya, S.H.,M.H., M.M. & Alungsyah, S.H.

Jakarta, 23 April 2022

1. Pengantar

Sejak awal bulan April 2022 sampai saat ini khalayak ramai disuguhi berita perseteruan antara Hotman Paris dengan: Lembaga Bantuan Hukum Forum Batak Intelektual (FBI) yang dalam hal ini diwakili oleh Razman Nasution terkait unggahan bermuatan asusila di Instagram milik Hotman Paris. FBI melaporkan Hotman Paris ke Polda Metro Jaya dan register dengan nomor LP/B/1698/IV/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 2 April 2022 yang diduga melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat (3) tentang UU ITE. Tidak cukup sampai disitu, Hotman Paris juga dituding merebut Richard Lee dokter kecantikan yang merupakan klien dari Razman Nasution. Atas laporan dan tudingan terhadap dirinya, Hotman Paris angkat bicara dan mengatakan bahwa pihak yang melaporkannya antara lain numpang tenar, cari panggung dan cemburu atas kesuksesannya. Terhadap tudingan Hotman Paris tersebut Razman Nasution membantah dan menyebut jika pelaporan itu murni terkait postingannya.

Selain itu perseteruan juga terjadi antara Hotman Paris dengan: Otto Hasibuan, dimana Hotman Paris menuding Otto Hasibuan menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) untuk ketiga kalinya dengan menghalalkan segala cara yaitu merubah anggaran dasar bukan melalui munas, tapi dengan rapat pleno dan di dalam anggaran dasar yang baru itu disebutkan seolah-olah boleh lebih dari dua kali asalkan tidak berturut-turut. Hotman juga menyatakan yang pada intinya Peradi Otto tidak sah dan seluruh pengurus yang ada di Peradi juga menjadi tidak sah. Hal ini didasarkan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam yang kemudian Putusan di atas dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Medan pada 8 Februari 2021, yaitu majelis tinggi menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, tanggal 29 September 2020 Nomor 12/Pdt.G/2020/PN.Lbp yang dimohonkan banding. Atas putusan itu, DPN Peradi tidak terima dan mengajukan kasasi. Putusan Mahkamah Agung No: 997K/pdt/2022 menolak kasasi yang diajukan oleh Peradi Otto dan menguatkan Putusan PN Lubuk Pakam. Artinya Anggaran Dasar dari Peradi tidak sah, berarti seluruh pengurus yang ditunjuk berdasarkan itu menjadi tidak sah.

Sebaliknya Otto Hasibuan membantah tudingan Hotman, bahwa prosedur pemilihan dirinya sudah sesuai aturan. Sehingga Peradi dan kepengurusannya tetap sah. Pernyataan Hotman Paris tentang Putusan Mahkamah Agung No: 997K/pdt/2022, adalah tidak benar, menyesatkan, melukai puluhan ribu Advokat Peradi serta berpotensi melawan hukum karena Putusan MA tersebut adalah tidak mempunyai implikasi hukum terhadap eksistensi Peradi dan kedudukan dia sebagai ketua umum Peradi dengan alasan sebagai berikut:

Pertama, bahwa perkara terjadi semasa Peradi dipimpin Fauzi Hasibuan sebagai Ketua Umum periode 2015-2020. Pada saat itu (2015) ada rapat pleno yang merubah Anggaran Dasar Peradi. Kemudian Saudara Alamsyah merasa perubahan Anggaran Dasar tersebut tidak sah, karena hanya dirubah dalam rapat pleno, dan seharusnya melalui Munas Peradi. Otto mengatakan Peradi yang waktu itu dipimpin oleh Fauzi Hasibuan digugat oleh Alamsyah. Perkara tersebut berjalan di PN sampai tingkat MA. Kemudian pada waktu perkara tersebut sedang berjalan, pada tahun 2020 dilaksanakan Munas Peradi di Hotel Pullman Bogor, dan pada Munas tersebut salah satu agendanya adalah perubahan Anggaran Dasar.

Akhirnya Munas menyetujui perubahan Anggaran Dasar dengan mengesahkan perubahan Anggaran Dasar yang sebelumnya hanya disahkan dalam Rapat pleno, sekarang menjadi Anggaran Dasar yang disahkan berdasarkan keputusan Munas. Jadi ada 2 (dua) produk, yaitu perubahan Anggaran Dasar yang hanya diputuskan dalam rapat pleno, dan satu lagi perubahan Anggaran Dasar yang sudah disahkan dalam Munas tahun 2020, dan dalam Munas tersebut Otto Hasibuan terpilih sebagai Ketua Umum Peradi dengan perolehan suara lebih kurang 95% mengalahkan calon lainnya.

Oleh karena itu, seandainya benar putusan MA tersebut membatalkan Anggaran Dasar yang hanya diputuskan dalam rapat pleno, maka yang batal itu hanya Anggaran Dasar yang dirubah dalam pleno tersebut, sedangkan Anggaran Dasar yang diputuskan dalam Munas adalah tetap sah karena tidak termasuk Anggaran Dasar yang di batalkan oleh Putusan MA tersebut, karena memang Anggaran Dasar hasil perubahan Munas Peradi tahun 2020 tidak pernah digugat, sehingga tidak ada dalam amar Putasan Mahkamah Agung No: 997K/pdt/2022 tersebut.
Kedua, Alamsyah sendiri selaku penggugat telah mengakui dengan tegas, bahwa Anggaran Dasar Peradi yang telah disahkan dalam Munas Peradi tahun 2020 tersebut adalah sah, dan tidak akan melaksanakan isi Putusan Mahkamah Agung No: 997K/pdt/2022 tersebut. “Dan sampai saat ini Alamsyah tetap menjadi Anggota Peradi yang saya pimpin dan mengakui Anggaran Dasar yang telah disahkan dalam Munas Peradi tahun 2020”.

Antara Alamsyah dan Otto Hasibuan sebagai ketua umum Peradi telah terjadinya perdamaian tertanggal 5 April 2022, sebagaimana ditegaskan dalam konferensi pers di kantor DPN Peradi, pada hari kamis, tanggal 21 April 2022 lalu. Pada hari yang sama juru bicara MA, Andi Samsan Nganro angkat bicara dan menegaskan bahwa status advokat dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) tidak terpengaruh dengan putusan MA Nomor 997 K/PDT/2022. Oleh sebab itu, advokat yang memegang kartu Peradi Otto Hasibuan tetap bisa bersidang seperti biasa. Dalam putusan MA a quo masalahnya hanya menyangkut Anggaran Dasar organisasi advokat. Sedangkan status advokat yang bersangkutan sertifikat advokatnya tetap berlaku”. MA menegaskan, “Advokat yang telah diangkat oleh organisasi advokat setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan uu mempunyai hak dan kewajiban advokat dengan status sebagai penegak hukum yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundangan-undangan”

Buntut dari pernyataannya, Hotman Paris pada hari kamis tanggal 21 April 2022 dilaporkan oleh DPC Peradi Bandung ke Polda Jabar atas dugaan penyebaran berita bohong dan pernyataan Hotman dinilai meresahkan terkait soal kepengurusan Peradi Otto Hasibuan dan pengurusnya tidak sah.

Laporan juga dilakukan oleh DPC Peradi Bale Bandung ke Polresta Bandung pada hari Jumat tanggal 22 April 2022. Laporan yang dilakukan oleh ketua DPC Peradi Bale Bandung ini diterima polisi dengan nomor laporan LP/B.241/IV/2022/JBR/Resta Bdg. Hotman dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong lewat media sosial.

Tulisan kami saat ini dalam rangka untuk melakukan suatu kajian terhadap tudingan Razman Nasution terhadap Hotman Paris serta tudingan Hotman Paris terhadap Otto Hasibuan serta respon dari semua pihak tersebut dari perspektif predikat Advokat sebagai “Officium Nobile” dalam kaitannya dengan Kode Etik Profesi Advokat. Kajian ini berdasarkan referensi dari media online, cetak, televisi, literatur serta pendapat pakar, tanpa ada keberpihakan pada pihak tertentu.
2. Hakekat dan Makna Officium Nobile

Sejarah Officium Nobile

Patronus tidak membayangkan bahwa peran yang dilakoninya saat itu akan menjadi satu profesi yang sangat berpengaruh dalam konfigurasi hukum dunia serta berpengaruh terhadap polarisasi politik, ekonomi, dan budaya saat ini. Mungkin niat Patronus saat itu hanya ingin menunjukkan kedermawanan sosial dan memperkuat pengaruhnya dalam sistem kekuasaan dan politik, guna menjadi penyeimbang politik saat itu. Jauh sebelum tahun Masehi, Patronus tokoh dan pemuka pada saat itu mengambil peran menjadi advokat pertama di dunia. Ia mengenalkan sistem pembelaan dari bentuk peradilan yang berbeda dari sebelumnya.

Pada zaman Romawi Kuno, Patronus menjadi sandaran dan harapan publik untuk mendapatkan keadilan atas sengketa ekonomi, keluarga, properti ataupun yang bersifat pidana. Motifnya saat itu bukanlah profit, namun bagaimana dapat mengumpulkan power dan pengaruh di tengah masyarakat untuk menyeimbangi kekuasaan serta kedermawanan. Seiring waktu masyarakat pada saat itu sudah mulai mengenal advokatus yang kemudian semakin popular hingga saat ini dengan istilah advokat. Nama Patronus pun kemudian terelaborasi dalam diskursus dan terminologi ilmu sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat saat ini yang sering disebut patron klien.

Patron klien adalah sebuah terminologi hubungan saling ketergantungan antara struktur patronase dengan klien, baik dalam kepentingan hukum, politik, atau sosial budaya. Advokat dan proses sejarahnya tidak bisa dilepaskan dari sistem sosial politik, dan memiliki peran dalam mendesain sistem dan struktur sosial. Advokat hadir ketika sistem sosial membutuhkan instrument pengendali, pengontrol, dan penyeimbang kekuasaan yang berkembang sesuai dengan jamannya. Berjalannya waktu, profesi hukum ini kemudian sudah mulai memperkenalkan honorarium dalam setiap aktivitasnya.
Pekerjaan Terhormat
Peran Patronus yang kemudian diteruskan oleh para advokatus sejak zaman Romawi Kuno sampai abad pertengahan, sudah mulai terstruktur dan sistematis. Dinamika sosial dan kebutuhan pada pencari keadilan memosisikan dan menjadikan para advokatus ini bekerja dalam spirit charity. Kedermawanan ini terjadi karena para advokatus berlatar belakang kaum terhormat dan memiliki power dalam sistem sosial pada saat itu. Mereka melakukan pembelaan terhadap masyarakat yang membutuhkan tanpa dibayar. Kondisi ini semakin memperkuat hubungan patron klien para pengacara saat itu dengan klien yang dibelanya, baik secara perseorangan ataupun secara berkelompok.
Oleh karena semangat tersebut muncul istilah officium nobile, yaitu pekerjaan yang terhormat. Kehormatan dan kemuliaan ini sampai saat ini masih menjadi prototype untuk para Advokat. Dengan latar belakang sejarah sedemikian itulah, lambat laun profesi Advokat dinobatkan sebagai nobile officium. Dalam bahasa Latin kita temukan kata nobilis yang artinya orang-orang terkemuka, para bangsawan di Roma, baik patrici maupun plebeii yang nenek-moyangnya pernah memangku jabatan-jabatan tinggi. Nobilis juga berarti mulia, luhur, utama, yang baik, yang sebaik-baiknya.
Ada juga kata nobilitas yang bisa diartikan hal berdarah bangsawan, kebangsawanan, kaum bangsawan, berpangkat tinggi, kalangan atas, keluhuran jiwa, keulungan, keunggulan, kemuliaan. Sedangkan officium berarti jasa, kesediaan menolong, kesediaan melayani, ketakziman. Sebagai satu pilar penegak hukum, advokat bersama dengan institusi dan profesi penegak hukum lainnya yaitu kepolisian, penuntut umum dan hakim memiliki tanggung jawab dalam menegakkan hukum sehingga terbentuknya masyarakat yang tertib, demokratis dan taat hukum.

Mendiskusikan kehormatan sebagai sebuah identitas profesi, sangat bekaitan dengan praktik profesionalisme Advokat dalam melakukan tugasnya, baik di dalam pengadilan ataupun di luar pengadilan. Menjaga dan menjunjung tinggi kode etik dan sumpah yang sudah diucapkan merupakan satu parameter dalam menjalankan profesi. Sesuai UU Advokat No.18 Tahun 2003, sebagai bagian dari penegak hukum, Advokat memiliki tanggung jawab besar dan konsekwensi-konsekwensi profesi dan sosial di tengah masih banyaknya praktik penyimpangan peradilan yang dilakukan oleh oknum-oknum penegak hukum.

Dalam ranah hukum Indonesia, terdapat empat pilar yang menjadi penyangga utama dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Empat pilar ini terdiri dari unsur penyidik (kepolisian), penuntut (kejaksaan), hakim (pengadilan) dan advokat (penasihat hukum). Keempat pilar ini memiliki kedudukan yang sama dan tidak ada satu yang lebih tinggi dari yang lainnya. Jika salah satu pilar patah, maka dapat dipastikan hukum tidak akan bisa berdiri tegak.

Maka sehubungan dengan terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum, maka diperlukan peran profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab. Kemandirian Advokat bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan sistem peradilan yang bebas dari intervensi kekuasaan maupun politik dalam hal penegakan hukum, dan dengan kemandirian itu pula maka Profesi Advokat dikatakan sebagai profesi yang sangat mulia (officium nobile).

Menurut Dr Frans Hendra Winata, S.H., M.H., dalam sebuah makalah yang berjudul Peran Organisasi Advokat, officium nobile adalah pengejawantahan dari nilai-nilai kemanusiaan (humanity) dalam arti penghormatan pada martabat kemanusiaan; nilai keadilan (justice) dalam arti dorongan untuk selalu memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya; nilai kepatutan atau kewajaran (reasonableness) sebagai upaya mewujudkan ketertiban dan keadilan dalam masyarakat; nilai kejujuran (honesty) dalam arti adanya dorongan kuat untuk memelihara kejujuran dan menghindari perbuatan yang curang, kesadaran untuk selalu menghormati dan menjaga integritas dan kehormatan profesinya; nilai pelayanan kepentingan publik (to serve public interest) dalam arti pengembangan profesi hukum telah inherent semangat keberpihakan pada hak-hak dan kepuasan masyarakat pencari keadilan yang merupakan konsekuensi langsung dari nilai-nilai keadilan, kejujuran dan kredibilitas profesi. Dari uraian tersebut diatas nilai-nilai officium nobile kemudian telah dinormakan ke dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Berdasarkan sejarah dan pendapat pakar diatas, maka menurut hemat penulis karakteristik dari officium nobile ialah:

a. Orang-orang terkemuka, mulia, luhur, utama, yang baik, yang sebaik-baiknya, khususnya dalam menegakkan keadilan dan kebenaran yang sarat dengan nilai-nilai idealisme dan bebas dalam melaksanakan profesi (free profession). Free profession advokat dibuktikan dengan Advokat bebas dalam menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggungjawabnya dengan tetap berpegang teguh kepada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Selain itu kebebasan tersebut juga dibuktikan dengan adanya jaminan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan klien dalam sidang pengadilan;
c. Karakteristik dari advokat lainnya ialah tidak dibiayai dan digaji oleh negara serta bebas dalam menentukan honorarium berdasarkan kesepakatan dengan klien.

3. Kode Etik Advokat Indonesia

Kode berasal dari bahasa latin “codex” yaitu kumpulan undang-undang, sedangkan etik berasal dari bahasa Yunani berarti akhlak, watak, sikap. Kode etik merupakan sekumpulan aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman tingkah laku masyarakat yang bersumber atau yang didasarkan pada moral. Menurut kamus umum, kode etik adalah norma dan asas yang diterima sekelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku.

Walaupun banyak Organisasi Advokat, tetapi hanya ada satu kode etik advokat yang diberlakukan untuk seluruh advokat di Indonesia. Hal ini sebagaimana dalam ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan:

Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.

Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa, sebelum di undangkan Undang-Undang Advokat, Organisasi Advokat Pra-Undang-undang Advokat telah menentukan satu Kode Etik Advokat yang akan diberlakukan kepada seluruh Advokat.

4. Ketentuan Kode Etik Advokat Yang Mengatur Hubungan Diantara Sejawat;

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf c tentang Kode Etik Advokat Komite Kerja Advokat Indonesia yang Disahkan Pada Tanggal: 23 Mei 2002 menyatakan: Teman sejawat adalah orang atau mereka yang menjalankan praktek hukum sebagai Advokat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 5 berbunyi:
a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.
c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula.
f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.

Berdasarkan segala hal yang diuraikan, maka bersama ini disampaikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa hakekat Oficium Nobile dan kode etik Advokat tidak hanya terbatas kepada ucapan secara lisan, juga meliputi sikap dan prilaku Advokat;

2. Kode etik Advokat Indonesia tidak memberikan penjelasan secara detail dan kongkrit tentang ucapan maupun prilaku seperti apa yang dianggap melanggar esensi profesi Advokat sebagai officium nobile dan melanggar kode etik Advokat. Namun berdasarkan standar moral dan kepatutan yang normal tindakan Advokat yang suka melecehkan teman sejawat, memamerkan harta kekayaan serta mempertontonkan prilaku yang tidak sesuai dengan kesusilaan, keadaban dan harkat martabat seorang Advokat diduga tidak sejalan dengan status officium nobile dari seorang Advokat. Memang menjadi tugas Dewan Kehormatan untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat serta memutuskan apakah prilaku Advokat tersebut melanggar ketentuan kode etik Advokat apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Dalam prakteknya, Advokat yang akan diperiksa maupun setelah ada keputusan biasanya mereka akan berpindah ke organisasi Advokat lain.

Terhadap Advokat yang sedang diproses ataupun yang dikenakan sanksi oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat asalnya, lalu mengajukan untuk pindah ke Organisasi Advokat lainnya, maka Organisasi Advokat lainnya tersebut wajib meminta kepada Advokat bersangkutan untuk menyelesaikan proses dan sanksi terlebih dahulu, guna menjaga harkat, martabat serta profesionalisme Advokat sebagai Officium Nobile. Setelah itu baru kemudian diterima dan mereka tetap dapat berprektek dan disumpah sesuai dengan Surat Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015, tertanggal 25 September 2015 yang pada intinya menyatakan bahwa Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) memiliki kewenangan untuk melakukan penyumpahan terhadap Advokat yang memenuhi syarat dari organisasi manapun.

3. Sikap dan perilaku Advokat sebagai officium nobile harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari karena predikat seorang Advokat melekat pada dirinya dimanapun dan kapanpun dia berada. Demikuan juga dengan profesi penegak hukum lainnya seperti Polisi, Jaksa dan Hakim kecuali mereka sudah berhenti atau pensiun dari profesinya;

4. Demi tegaknya integritas, harkat, martabat dan profesionalisme Advokat untuk menegakan Kode Etik Advokat, maka diperlukan wadah tunggal Advokat sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU Advokat yang mengamanatkan terwujudnya wadah tunggal Advokat serta dicabutnya Surat Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015, tertanggal 25 September 2015 diatas.

5. Referensi
– V. Harlen Sinaga, S.H., M.H. dengan judul: Dasar- Dasar Profesi Advokat, Erlangga, 2011;
– Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
– Kode Etik Advokat Komite Kerja Advokat Indonesia Kode Etik Advokat Indonesia Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (Iphi) Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI) Serikat Pengacara Indonesia (SPI) Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) Disahkan Pada Tanggal: 23 Mei 2002.